Sunday, January 27, 2008

Insiden Potter










Jadilah kami bertugas menjurikan belasan film di International Film Festival of Bratislava itu. Ada beberapa kategori penjurian: International Jury, FIPRESCI Jury, dan Student Jury. Komposisi juri Internasional lumayan eklektik, ada satu penulis skenario dari Slovakia, satu Indonesia (alias saya), satu sutradara dari Singapura, satu aktris dari Czech Republic, dan sang ketua juri adalah produser senior dari Inggris yang juga mantan partner kerja Stanley Kubrick. Saya tetap mau 'kekeuh' tidak akan dropping names, karena tidak perlu, dan menyebalkan. Para name droppers biasanya punya tujuan promosi diri atau sebetulnya rendah diri. Dengan semangat reformasi saya katakan tidak buat dua-duanya. Hari gini sebaiknya kita harus percaya semua profesional itu setara, yang membedakan cuman bangsa, jenis kelamin dan usia. Selebihnya silakan kerja yang bener ajalah.


Yang awalnya terintimidasi buat berdiskusi dengan pak Ketua Juri bukan cuman satu dua orang, tapi semua. "Menurut lo, kalau gue tanya-tanya soal pembuatan Barry Lyndon ke dia norak enggak?" Yang nanya ini salah satu sutradara asal Belgia yang filmnya terpilih masuk di kategori kompetisi. "Enggak ngerti juga gue, kita lihat aja kali ya arah anginnya kemana?" jawab saya cekikikan. Malam itu acaranya adalah makan malam formal bersama. Sukurlah Pak Ketua Juri yang sudah berusia 70-an (namun berpenampilan menurut rekan-rekan juri lainnya seperti Santa Clause versi keren itu), ternyata asik. Jam terbangnya yang sudah di atas rata-rata hadirin malam itu terlihat semakin jelas ketika ia dengan canggih menempatkan diri sebagai figur yang ramah, menyenangkan dan rendah hati. "Enggak banyak orang tahu betapa jenakanya Stanley!" katanya tiba-tiba, semua langsung mendengarkan kami paham dia sedang bicara tentang Stanley Kubrick*). "How funny?" tanya saya nekat. "Sangat! Dia pecinta film sejati. Hingga akhir hidupnya dia selalu nonton film. Kalau dia suka film itu, dia akan telepon sutradaranya. Kebanyakan yang dia telepon enggak percaya mereka ditelepon oleh Kubrick!" Kami tertawa.


Salah satu dari kami bertanya, kenapa 'Santa Clause' masih bisa menyempatkan diri untuk menjadi juri di sebuah festival yang tidak terlalu besar seperti di Slovakia itu. Jawaban 'Santa Clause', "I love films, and I teach as well, so it's part of my job. Yours too I guess. Look what films do to us! We're here! Aren't we blessed?" Tidak mungkin ada satu orangpun yang tak terkesan pada 'Santa Clause'. Tiba-tiba 'Santa Claus'e bertanya kepada dua juri dari FIPRESCI, apakah mereka sudah membaca Harry Potter? Sialnya, salah satu dari mereka berpikir 'Santa Claus' bercanda jadi jawabannya, "Yeaah right! Like you've read Harry Potter!" Dan Santa Clause berubah serius, "Of course I have! All of them!" Lalu ia berkata soal pentingnya mengikuti perkembangan anak-anak muda, karena merekalah yang akan menjadi pembuat film dalam masa 5 hingga 10 tahun mendatang. Dan karenanya, kritikus punya setumpuk PR, diantaranya ya mengikuti apapun yang diminati kalangan anak-anak sampai dengan remaja/dewasa, agar tahu apa sebabnya, dan bagaimana caranya menantang pemikiran penonton muda terus-menerus. Percakapan yang tadinya ringan mendadak berubah menjadi serius. Kedua kawan dari FIPRESCI itu bak dua murid yang sedang disetrap oleh kepala sekolah.

Malam itu kami namai 'the Potter Incident'. Tiap kali kawan-kawan FIPRESCI berargumen atau bercanda kami patahkan dengan mudah, "Aduh, elo pada tahu apa sih? Baca Harry Potter juga enggak!" Kalau mereka menolak diajak nongkrong atau jalan-jalan keliling kota, kami tinggal menyindir dengan jahil, "..understood! You have a lot of readings to catch up." Kapan lagi pembuat film bisa bercandain kritikus? Thanks Harry!

*) Seiring dengan waktu, kami lumayan 'terlatih' bicara dengan Santa Clause yang sesekali bisa bilang, "Maaf, saya harus telepon Woody," atau pernah juga dia bilang, "Saya rasa Nicole enggak bakal setuju dengan pendekatan akting seperti itu, atau "Ah, hampir lupa! Saya harus balas telepon dari Malcolm." Di tingkatan beliau, urusan pergaulan berdasarkan nama depan ini bukan lagi name dropping, tapi wajar--ingat kita punya ungkapan, "sesama legend nggak perlu saling mendahului, karena emang maen bareng!"










No comments: