Monday, December 31, 2007

Drama Visa (1)




Bukannya sok tahu, tapi pragmatis. Itulah cara berpikir saya sejalan bertambahnya umur. Seperti yang sudah saya bilang, saya yakin urusan visa saya akan banyak cerita. Dan ternyata memang iya!


Oke, pertama, setelah bertanya plus tentunya browsing internet untuk lebih 'menjiwai' apa yang dimaksud dengan Schengen Visa itu tentunya saya jadi punya sejumlah info. Dan dari beragam info itu terbukti paspor keluaran republik kita tercinta ini memang membutuhkan visa nyaris kemanapun! Saya tentunya bitching berat! Kenapa? Karena begini, kawan-kawan baik saya yang berpaspor Malaysia tidak sesulit kita-kita ini lho! Mereka tidak perlu Schengen visa sialan itu. Buat mereka yang berpaspor Singapura, sama baiknya nasib mereka dengan pemegang paspor Malaysia. Plus, paspor mereka ini valid buat 10 tahun! Plus, mereka ga perlu bayar fiskal dan pajak bandara! Plus, GNP mereka lebih tinggi! Plus, duit mereka nilainya lebih beres! Ini kan nyebelin? Katanya sesama ASEAN harus kompak? Salah ya? Itu slogan KOPAJA ding..


Teman saya yang kandidat phD di Kyoto (penting nih saya sebut lokasinya, saya udah janji ga mau dropping names, tapi buat peningkatan 'derajat', signifikan buat siapapun tahu-- saya punya teman Indonesia yang sakses dapat bea siswa dari Kyoto geto lho..) seperti biasa punya komentar akademis, "Ini implikasi kurang efektifnya diplomasi kita Prim. Kelihatannya, sampai sekarang pemerintah kita belum menganggap penting buat kita jadi transnational!"


Silakan cari arti transnational dari sumber manapun yang bisa Anda akses Saudara-Saudara, pokoknya intinya paham kan? Saya menyoal kenapa sampai hari gini, hidup kita tetap ribet. Oke, Schengen visa itu, ngomong-ngomong adalah visa yang memungkinkan kita memasuki puluhan negara Eropa cukup dengan selembar visa. Teorinya. Untuk perolehan Schengen visa ini perlu waktu lumayan lama, tergantung dari kedutaan Eropa yang mana yang perlu Anda kunjungi. Kebetulan dalam kasus saya kok ya Austria? Karena dari sana pengurusan Schengen visa ini perlu dua minggu hari kerja (!) Lhaaa?? Jadilah kengeyelan saya meningkat pesat,
Saya (S): Saya cuman perlu transit di Austria, tujuannya ke Slovakia.
Mbak (M): Gitu ya? Ini undangannya? Hmm..tapi peraturannya sama, 2 minggu
S: Apanya yang bikin dua minggu mbak?
M: Peraturannya..
S: Biarpun ada undangan?
M:Sebentar (jawab telepon)
M:Gini deh, mendingan ke Kedutaan Slovakia aja dulu, abis itu baru kesini.
S: Emangnya bisa lebih cepat di sininya?
M:Kita lihat aja..


Sayapun ke Kedutaan Slovakia. Dengan beragam dokumen yang kemungkinan bakal diperlukan, termasuk pas foto yang sudah saya cetak dalam beberapa ukuran (2 x 3), (4 x 6), (6 x 6). Soal antisipasi ini dan itu saya lumayan 'juara', barangkali karena sudah terlatih pragmatis itu tadi. Kedutaan Slovakia yang lokasinya tak jauh dari kantor JiFFest itu sepi.
Saya (S): Siang Pak, saya mau ngurus visa..
Pak Satpam (PS): Ini bukan hari visa..
S: Gimana (??)
PS: Senin, Rabu, Jumat, itu hari visa...Ini kan Kamis?
S (thought voice): Sinting! Ini ini kedutaan apa tempat kursus?? Kok freelance?

Ujung-ujungnya siang itu saya ke kantor JiFFest, numpang ngetik e-mail panjang lebar ke para pengundang saya nun jauh di Slovakia sana.










No comments: