Saya bukan 'banci reuni'. Praktis aja alasannya. Dari dulu saya enggak punya kelewat banyak kawan. Jadi, kawan yang jumlahnya cukup itu saya coba 'maintain'. Reuni, apalagi kalau sudah ada embel-embel 'akbar', buat saya enggak banget. Itu sama juga jadi ajang inisiasi, karena bisa dipastikan saya harus kenalan lagi dengan orang-orang yang kemungkinan besar saya kadung lupa. Dan dialog khas reuni buat saya juga melelahkan, "Masih inget enggak?" ( enggak..), "Kerja di mana sekarang?" (aduuh, ga punya kantor itu bukan berarti enggak kerja tau..), "Bagi kartu nama dong.." (enggak pernah punya), "Punya anak berapa?" (kawin juga belom..), "Kok kurusan/gemukan?" ('as if' elo inget gue..), "Tinggal di mana?" (emang gue pernah pindah?), "Kita harus ngumpul nih! Kamis depan bareng X, Y, Z?" (damn! Pasti MLM!). Tapi di satu titik saya menyerah. Karena kali ini gank saya waktu SMP yang pingin banget ketemuan. Mereka enggak banyak, dan asik-asik. Kami main berlima, dua cowok, tiga cewek. Gede bareng lah istilahnya. Jadi oke, ayo deh. Jadilah kami ketemu. Dan beneran seru. Karena stok pertanyaan khas reuni bisa diedit habis, wong memang beneran saling kenal kan?
Mayoritas kawan saya itu 'kerja beneran', dalam arti mereka ngantor. Salah satu dari mereka sudah 14 tahun kerja di sebuah perusahaan produsen multi nasional (mantan klien saya waktu masih di agency). Dan dia punya cerita seru!
Alkisah, teman saya itu ke London untuk bertemu dengan salah satu perusahaan ternama, tepatnya berkonsultasi dengan salah seorang creative director/designer perusahaan itu. Niatnya, teman saya itu membawa misi kantornya yang akan berganti packaging dalam waktu dua tahun ke depan. Barangkali ada di antara Anda yang takjub, hah? Ganti packaging perlu dua tahun? Sabar dulu teman..
Begitu ketemu sang designer yang menurut cerita kawan saya tampilannya lebih mirip Einstein, teman saya langsung dicecar dengan pertanyaan (tentunya dalam Bahasa Inggris yang saya terjemahkan bebas-karena ngapain juga blog orang Indonesia sok Inggris? Apalagi second hand English?), "Kenapa sih elo baru ngajakin gue ngomong sekarang? Gue ga ngerti, bangsa elo kalau bikin apa-apa kok selalu buru-buru?" Teman saya bengong. Sang designer gelo itu lalu bilang, "Elo tahu berapa lama tim gue merancang produk MP3 kondang merek X itu?" Teman saya geleng kepala. Jawaban 'Einstein', "Gue kasih tahu ya, dari konsep sampai masuk pasar, 11 tahun! Ngerti?" Teman saya nganga, untungnya dia enggak segila saya yang susah ngalah, maka teman saya pun balik tanya, "Gini deh pak, kalau menurut bapak, sebetulnya untuk ganti packaging itu idealnya berapa lama?" Si 'Einstein' pun menjawab enteng, "Delapan tahun.." Kami tertawa, saya bertepuk tangan. Salah satu alasan kawan saya cerita soal itu adalah, "Kayaknya elo bakal cucokk kerja sama orang gokil kayak gitu Prim, apalagi kan elo kalau kerja lelet juga.." Reseh! Meskipun ada benarnya.
Hubungan kita dengan sang waktu memang serba unik. Apalagi kalau posisi tinggal kita di negara yang maunya serba buru-buru dengan alasan, "Musti cepet, kalau enggak-kita kehabisan waktu!" Alasan diburu waktu ini juga berlaku saat kita harus bikin keputusan penting, "Buruan deh, jangan kelamaan mikir! Enggak ada waktu!" Seringkali akhirnya kita ketemu orang yang kadung bingung dia mengerjakan apa, karena sebetulnya dia enggak sempat paham "Kok gue bisa mutusin begitu ya?" Juara umum soal diburu waktu ini bisa kita lihat dari laju KOPAJA yang kerap gas-pol tanpa rem. Kalau itu belum cukup, silakan lihat gebyar mal yang dirancang tanpa perancang dan tanpa jaminan keamanan, karena memburu waktu. Kalau semuanya berantakan dan asal jadi paling-paling kita akan dengar 'pembelaan', "Abis kita enggak punya waktu sih.."
Kambing hitam kita yang paling besar adalah sang waktu. Karena memang paling enak nyalahin pihak yang enggak bisa ngelawan! Kalau saya jadi waktu, saya pasti sudah bete berat dan bakal teriak, "Siape bilang gue nguber-nguber elo pada! Lagian bukan gue yang ngajarin elo pada ngeles!"
1 comment:
saya pernah baca buku yang judulnya: Slow is the new speed.penulisnya adalah orang bisnis yang ketampar waktu ada yang nyodorin buku i minute bedtime stories. buset, ama anak gw cuma dikasih jatah semenit!padahal buatnya kan lama ya mbak?hehehe,
Post a Comment