Sunday, April 01, 2007

Harga Tiket Turun Lho Jewnk!












Siapa tak senang harga tiket nonton bioskop turun cukup lumayan? Para pembuat film yang belum terlalu mapan seperti saya masih ikut senang lho, karena kalaupun ini berarti pendapat dari hasil penjualan tiket jadi semakin kecil tapi kita harus optimis kebijakan harga baru tiket ini bisa membuat penonton jadi semakin rajin ke bioskop. Di Indonesia, kalau mau hidup, harus optimis!

Nah, di penghujung Bulan Film Nasional kemarin (31 Maret 2007), entah kenapa saya pingin ngemil popcorn. Tentunya, sayapun beli di bioskop kawasan TIM karena kebetulan lagi ada di sana. Melewati ticket box selintas terbaca harga tiket yang berkisar antara Rp. 10 ribu hingga Rp. 15 ribuan. Sampai di kantin saya menunjuk satu gelas bening berisi popcorn manis, dan untuk itu saya harus merogoh kantong Rp. 10 ribu! Ampyuun, harga tiket nonton kok nyaris sama dengan harga popcorn ya? Pengelola bioskop dan pengelola kantin itu bukannya badan yang sama ya? Kok harga tiket turun, jagungnya enggak? Padahal, tanpa mengurangi rasa hormat, lebih susah bikin film lho-daripada bikin popcorn?

Urat protes saya nyaris kambuh saat itu juga! Tapi kemana protes ini harus saya ajukan? Maksudnya kalau mau protes tapi enggak dampak kan percuma? Apa harus ke DPR? Tapi di sana pasti ribet, nungguin mereka sidang, dst. Males. Enggak jadi. Ke BUDPAR? Tapi "skripnya" gimana coba? Masak saya harus bilang, "Pak, tahu enggak hasil kerja pembuat film di sini harganya sama dengan popcorn?" (O iya, bisa jadi derajat popcorn malah lebih tinggi lagi, karena enggak kena pajak tontonan!)Berarti harus audiensi lagi, cerita lagi urusan masalah film selama ini, padahal udah disampaikan terus lho dari tahun 2005, via temen-temen saya. Dan yang itu aja belum beres-beres. Capek ah. Males. Haruskah saya beralih profesi jadi pembuat popcorn? Tapi enggak ding, popcorn saya nantinya pasti bakal lebih mahal lagi, karena saya percaya betul dengan kerja kelompok dan kadung cinta dengan teman-teman seprofesi dan maunya ya mereka terlibat juga dong. Kalau teman-teman saya terlibat berarti harus tetap ada proses pra-produksi, paska produksi, dstnya. Untuk orang yang sebawel saya meng'casting' jagung yang pas aja bisa lama sekali. Jadi saya segera menepis ide alih profesi itu tadi. Intinya begini sajalah, di Indonesia, kalau mau hidup, harus punya rasa humor..










3 comments:

rangga said...

*membayangkan Prima di sebuah kebun jagung sedang casting*

hehehe... that would be a pretty sight.

Anonymous said...

"Untuk orang yang sebawel saya meng'casting' jagung yang pas aja bisa lama sekali."

Belum casting menteganya, garamnya, karamelnya, wadah plastiknya... walaaah, udah Mbak.. emang paling bener bikin film ajah ;)

Anonymous said...

heyy, aNdicTed here ^^

hmmhh, entah kenapah di Makassar inyh tiket bioskop justru naik, bahkan tiket bwat nomat pun naik :(

kemarin sayah nonton Nagabonar jadi 2, 2 kali nonton, dan untungnyah keduanyah ditraktir, hehehehhe.. 2 emang my lucky number, hehehehe :andicTed 2 Two::
Nagabonar inyh, kalo sampe gak dapat Citra, sayah gak sungkan lagi buat ikut serta mengembalikan piala! (nah lhoh ? ahahahahaha)

soal popcorn, kenapah gak bikin film yg judulnyah popcorn ?