Wednesday, November 15, 2006

Para Perempuan Yang Hilang Di Balik Para Raksasa..




Sebelum ada kampanye Malaysia Truly Asia dan Michelle Yeoh, ada tokoh bernama Hang Li Poh. Konon dia adalah seorang putri dari kerajaan Cina yang dihadiahkan kepada Malaka. Misinya tak lain untuk perdamaian, hubungan bilateral, dan kelancaran arus perdagangan kedua negara. Katanya sih, Hang Li Poh tiba di Malaka sekitar tahun 1462. Tapi ini pun masih kerap disangsikan, karena tak ada catatan sejarah yang menyebut dengan pasti soal Hang Li Poh. Bisa jadi, buat sebagian orang dia memang tak pernah benar-benar ada.. Meski, soal pengiriman seorang putri raja kepada raja lain pada zaman dulu adalah lumrah. Bayangkan, sebetulnya pernah ada berapa banyak 'Hang Li Poh' di dunia ini?

Di Trowulan, Mojokerto, ada makam Putri Champa. Menurut cerita rakyat, Putri Champa adalah salah satu isteri Majapahit. Kalau menengok Candi Pari, akan terlihat pula pengaruh Champa (dulunya sebuah kerajaan di kawasan Indo China, sekarang Kamboja). Sayangnya, lagi-lagi, soal Putri Champa sendiri kita tak tahu banyak, meski namanya tak asing.

Kalau mau menilik sejarah Wali Songo, kita akan menemukan beberapa nama perempuan seperti Nyai Subang Larang yang menikah dengan Raden Manahrasa dari dinasti Siliwangi yang lalu menjadi raja dengan gelar Sri Baduga Maharaja. Nyai Subang Larang terkenal karena?..kehalusan budi dan kecantikannya. Titik. Ya begini inilah pembaca, penulisan soal perempuan di masa lalu baru terbatas pada penggambaran yang sangat umum dan bisa diterapkan ke siapa saja, baik pada tokoh fiksi maupun nyata. Lalu ada lagi nama Nyai Rara Santang yang menikah dengan Syarif Abdullah dan melahirkan Sunan Gunung Jati. 'Lumayan' nama dua perempuan ini masih tercatat, karena ada juga di bagian lain teks yang menuliskan begini, "..Raden Muhammad Yunus kemudian menikahi salah seorang Putri Majapahit yang melahirkan Raden Abdul Qadir dan kemudian hari menjadi menantu Raden Patah.." Lha? Nama 'salah satu' Putri Majapahit ini siapa? Ini putrinya yang nomor berapa? Memangnya Majapahit punya putri berapa? Rupanya notulen sejarah di masa itu merasa tak perlu benar mencantumkan keterangan yang lebih rinci.

Hari ini, kita cuman bisa mengira-ngira, berapa banyak perempuan yang pernah ada di balik nama-nama besar yang kita kenal dari buku sejarah, film atau bahkan nama-nama jalan protokol? Bayangkan, pernah ada satu masa di mana para perempuan betul-betul tak punya 'suara', bahkan kalau toh sudah lahir sebagai putri raja. Perempuan-perempuan ini ditumpahi misi besar atas nama perdamaian antar negara. Bukan dengan cara bilang, "..world peace" di kontes miss ini dan itu, tapi tak tanggung-tanggung, ditugaskan menikah dengan sejumlah lelaki berkuasa yang dianggap sebagai penentu perdamaian dan pusat kekuasaan di masa itu. Soal cinta? Wah, enggak ada kayaknya-wong urusan negara kok? Itupun tak membuat para perempuan ini bisa tampil di halaman sosialita. Kalau tak cocok dalam perkawinan mereka, para perempuan ini juga tak bisa menyewa pengacara sambil curhat di acara infotainment. Mereka betul-betul hanya jadi pelakon sejarah dan mengentaskan sejumlah laki-laki di sekitar mereka, entah itu ayah, suami, putra, barangkali juga cucu sampai cicit pria mereka menjadi para tokoh yang dicatat oleh sejarah. Mereka sendiri seakan tak pernah ada.

Dan kita, para perempuan sekarang, termasuk saya dan sebagian dari Anda, langsung atau tidak- adalah hasil perjuangan para perempuan yang berperan dalam diam selama bergenerasi-generasi itu. Bayangkan.

No comments: