Harapan 'ketemu orang' ada di booth Kodak kawasan pantai Haeundae. Tempat itu disediakan bagi para pemegang kartu identitas dengan cap GUEST. Di sana ada saja pembuat film yang sedang membuka e-mail, mencetak foto, atau minum kopi gratis. Kartu identitas yang sama juga bisa digunakan para tamu untuk memperoleh tiket nonton film gratis.
Nah, selain film-film dan acara seru, kedahsyatan lain dari Pusan adalah cita rasa makanan Korea. Alhasil, selama perjalanan, tim kecil kami yang dipawangi Nia Dinata heboh mengejar kereta bawah tanah, taksi, skejul pertunjukan, janji ini dan itu- sambil tak henti mengunyah..
Kesimpulan saya, Pusan adalah tempat ideal bagi pembuat film untuk meningkatkan gizi di semua aspek: Referensi? Jelas! Jasmani? Pasti! Rohani? Itu mah tergantung masing-masing kale..
Catatan:
- Di PIFF 2006, film-film Indonesia yang diputar adalah: "Opera Jawa" (Garin Nugroho), "Maya, Raya, Daya" (Nan Achnas), "The Matchmaker" (Cinzia Puspitarini),
- Untuk KAFA (Korean Film Academy, program workshop bagi sineas muda tahunan), Indonesia diwakili Ifa Ismansyah dari Four Colors, Yogyakarta,
- Di forum PPP (Pusan Promotion Plan), sutradara Ravi Bharwani ("Impian Kemarau") diundang untuk pitching proyeknya yang berikut, "Jermal",
- Untuk pertama kalinya Indonesia membuka booth di hotel Grand, lantai 18. Booth ini ditujukan bagi para distributor manca-negara yang berminat pada film-film Indonesia. Penjaga 'warung' kita adalah Mandy dan Penny,
- Tahun ini PIFF merilis The First Official Album Pusan International Film Festival. Album ini berisi 13 track dari film-film yang pernah diputar di Pusan, antara lain "Old Boy", "Moonsoon Wedding", "Before Sunset", "La Pianiste" dan "Ada Apa dengan Cinta"
- Karena tak ada gading yang tak retak, maka perlu disebut satu-satunya yang tak tersedia gratis sepanjang penyelenggaraan PIFF 2006 adalah sikat dan pasta gigi di kamar-kamar hotel! Air mineral pun hanya disediakan satu botol..Selebihnya? Ada!
No comments:
Post a Comment